TIDAK PERLU BANTUAN AMERIKA
Lambatnya pemerintah dan
ABRI dalam menangani tragedi Ambon, nampaknya telah membuat sebagain pihak
merasa putus asa. Hal ini tercermin
diantaranya dari keinginan ketua PAN, Amien Rais, untuk meminta bantuan kepada
pemerintah Washington dalam penyelesaian kasus Ambon. Kepada pers setelah bertemu dengan menlu AS, Medelein Albright,
Amien mengatakan : "saya katakan kepadanya
(Albright-red) secara tegas, bahwa sebagai anak bangsa saya mengharapkan adanya
intervensi moral dari Washington terhadap Indonesia" (Abadi,
No. 18/Th 1, 11-17 Maret 1999).
Permintaan intervensi ini dijawab secara spontan oleh Albright, dengan
mengatakan :"of course!".
Pernyataannya
ini nampaknya bukan basa-basi. Dikhabarkan
kapal induk AS telah memasuki perairan Maluku dan mondar-mandir di sana (Ummat,
36/thnIV ). Tentu untuk misi intervensi
sebagaimana yang diminta.
Pernyataan
Amien Rais memang telah mengundang banyak reaksi dan kecaman dari berbagai
fihak. Beberapa tokoh Islam dalam acara
tabligh di Al Azhar (7/3), mengecam pendapat Amien Rais yang nyleneh ini. "AS
mempunyai track record buruk baik secara moral, ekonomi, dan politik, dalam
kebijakannya terhadap dunia Islam.
Lihat apa hasil bantuan AS ke Bosnia, Perang Teluk, Palestina, dll"
kata Ahmad Sumargono, ketua harian KISDI kepada Abadi (idem). Tak ketinggalan,
ketua BKSPP, KH. Cholil Ridwan juga menolak keras adanya campur tangan apapun
dari AS kepada Indonesia.
Lalu
wajarkah kita minta bantuan kepada AS, meskipun itu berupa bantuan moral? Apa
ketentuan hukum syara' mengenai permintaan bantuan kepada negara kafir
imperialis, seperti AS? Bisakah AS menyelesaikan masalah yang kita hadapi?
Tidakkah umat Islam mampu menyelesaikan permasalahan sendiri? Itulah beberapa pertanyaan yang selayaknya
dipikirkan oleh umat Islam. Tulisan ini
akan menjelaskan secara ringkas masalah-masalah tersebut.
Menjadikan Lawan Sebagai Kawan ?
Meminta
bantuan kepada negara kafir imperialis semacam AS, dan menjalin hubungan
politik dengan mereka adalah tindakan menjadikan lawan sebagai kawan. Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita
untuk menjadikan musuh sebagai musuh, bukan sebaliknya, sebagaimana firman-Nya
:
“Sesungguhnya syaithan bagimu adalah musuh,
maka jadikanlah dia sebagai musuh” (QS. Faathir 6)
Banyak
kalangan yang menilai adanya keterlibatan AS dalam berbagai kerusuhan, termasuk
diantaranya yang terjadi di Ambon. Juga
apa yang telah dilakukan AS untuk menyerang kaum muslimin di Iraq, Sudan,
Afghanistan, dll; kesemuanya adalah bukti riil bahwa AS sesungguhnya adalah
musuh bagi umat Islam.
Pantaskah
orang yang telah membuat keonaran, merampas, menindas, mengusir, dan membunuh
di rumah kita dan juga di rumah saudara-saudara kita; mereka dijadikan sebagai
kawan atau bahkan dijadikan sebagai penolong ?
Allah berfirman :
“Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan
sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al Mumtahanah 9)
Maka, tindakan Amin Rais -apapun
motivasinya- menurut kacamata syariat Islam adalah tindakan zalim, dan tidak
pantas dilakukan kecuali oleh orang-orang yang telah dibutakan pandangannya
hanya untuk memperoleh kemaslahatannya saja. Sebab AS adalah negara Barat Kafir
yang jelas-jelas memusuhi Islam dan kaum muslimin, yang telah membantai dan
membombardir saudara-saudara kita -sesama kaum muslimin- di Iraq, Somalia dalam
berbagai operasi militernya yang berkedok kebaikan.
Islam
dalam setiap gerak kehidupan mempunyai tata aturan yang lengkap, sempurna, dan
paripurna. Misalnya dalam bidang
kenegaraan dan hubungan internasional, Islam memiliki peraturan yang seksama
yang mengatur hubungan antar negara dalam keadaan perang maupun damai. Ada bentuk-bentuk kerjasama yang dibolehkan dan ada pula yang tidak.
Dalam
hal permintaan bantuan kepada negara kafir, Islam telah mengharamkannya dengan
nash-nash yang tegas dan jelas, khususnya bagi negara teroris seperti AS, yang
senatiasa ingin mengcengkeramkan kuku kekuasaannya di negeri-negeri Islam. Hal
ini ditunjukkan oleh firman Allah SWT :
"Janganlah orang-orang mu'min menjadikan
orang-orang kafir sebagai wali selain orang-orang mu'min. Siapa saja yang berbuat demikian, maka
terlepaslah dari pertolongan Allah" (QS. Ali
Imran 28)
Larangan tersebut
diperkuat ayat lain yaitu firman Allah SWT :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai wali bagimu;
masing-masing menjadi wali bagi kalanganya sendiri. Siapa saja di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai wali,
maka orang tersebut telah masuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim" (QS. Al Maidah 51)
Para
mufassirin dan fuqahaa' telah mengambil kedua ayat tersebut dan yang lainnya,
sebagai dalil keharaman meminta bantuan kepada negara Kafir.
Erti
wali dalam kedua ayat tersebut adalah penolong, pelindung, dan pendukung. Termasuk dalam pengertian tersebut adalah
menjalin persahabatan atara kaum
muslimin dengan kelompok atau individu-individu kafir. Dengan demikian, yang seharusnya dijadikan
penolong, pelindung, pendukung, dan shahabat, hanyalah orang-orang mu'min.
Selain
dari itu, ayat yang kedua di atas juga menjelaskan bahwa orang-orang kafir itu
adalah wali bagi kalangannya sendiri (QS.Al Anfal : 73). Mereka akan bersatu padu untuk melawan dan
menyerang umat Islam. Bila demikian
sikap dan tindakan mereka, mengapa kita musti minta bantuan dan dukungan mereka
?
Rasulullah
SAW. telah menolak dengan tegas bantuan
orang kafir dan tidak meminta bantuan
mereka. Dari Aisyah ra, berkata : "Nabi keluar untuk berperang pada perang Badar.
Ketika beliau sampai di suatu tempat yang bernama Harratul Wabarah (suatu
tempat yang berjarak 4 mil dari Madinah), Beliau diikuti oleh seorang laki-laki
yang terkenal pemberani dan suka menolong orang, sampai orang itu berjumpa
Rasulullah. Para Shahabat bergembira
ketika melihat orang itu, ia lalu berkata "Aku
datang untuk ikut bersamamu dan aku ingin mendapatkan bagian dari ghanimah
(harta rampasan)". Rasulullah
SAW lalu bertanya : "Apakah engkau
mau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya".
Laki-laki itu menjawab: "Tidak
!". Kemudian Rasulullah SAW
berkata :"Kembalilan engkau! kami
tidak menerima pertolongan dari orang Musyrik"
Dari Anas, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah SAW :
"Janganlah
kalian mencari penerangan dari api Musyrikin (yakni minta pertolongan kepada
kaum msuyrikin dalam suatu peperangan), dan janganlah kalian memahat tulisan
pada cincinmu (yakni tulisan Muhammad Rasulullah) " (HR. Imam Ahmad, dalam
Al Musnad, Jilid III, Hal. 99; dan An Nasai, Jilid VIII, Hal. 177)
Az
Zuhri meriwayatkan sebuah hadits bahwa orang-orang Anshar pada suatu hari
berkata kepada Rasulullah SAW : "Yaa
Rasulullah apakah kita tidak meminta pertolongan dari orang kaum Yahudi dan
Nashrani yang telah terikat perjanjian kerja sama dengan kita ? Rasulullah menjawab : "Kita tidak butuh (pertolongan) mereka" (Riwayat ini telah dicantumkan oleh Ibnu Katsir dalam "Sirah
Nabawiyah" Jus III, Hal. 64.)
Pada
saat terjadi perang teluk tahun 1990, ketika AS dan sekutu-sekutunya ikut
campur dalam penanganan krisis tersebut, telah dibuat surat pernyataan bersama
atas nama Alim Ulama, Haba'ib, Tokoh Masyarakat, dan Cendikiawan Muslim. Pernyataan tersebut diantaranya berisi
tentang penolakan campur tangan AS dan sekutu-sekutunya dalam penanganan krisis
teluk, dan menuntut agar semua pasukan sekutu ditarik dari jazirah Arab. Selain itu juga meminta agar umat Islam
sendirilah yang menyelesaikan masalah tersebut, tanpa campur tangan negara adi
kuasa.
Jika
dalam kasus Teluk saja, para tokoh Islam di Indonesia mengeluarkan pernyataan
yang menolak keterlibatan AS dan sekutunya; lalu mengapa Amien Rais tiba-tiba
minta intervensi AS untuk menyelesaikan kasus Ambon. Sungguh pemikiran yang sangat nyleneh. Bukahkah dulu Amien adalah
orang yang dikenal sangat anti AS.
Tulisan-tulisannyapun kerap kali menelanjangi ketimpangan dan distorsi
kebijakan-kebijakan luar negeri AS.
Lalu mengapa Amien kini jutru banyak berangkulan dengan AS ???
Belum
hilang ingatan kita apa yang diperbuat oleh AS pada awal bulan Ramadhan 1419 H
yang lalu, ketika dengan membabu buta menghujani kaum muslimin Iraq dengan
rudal-rudal yang mematikan. Juga apa
yang dilakukannya di Afganistan, Sudan, Palestina, Bosnia, dll. Semua itu menunjukkan bahwa AS adalah negara
teroris yang paling bebahaya.
Dalam
kasus Ambon, banyak kalangan yang mensinyalir bahwa AS ada di balik tragedi
tersebut. Menutur Amha Ainun Nadjib
dalam Tabliod Aksi (Vol. 3, No. 124, 9-11 Maret 1999), pihak AS ada di balik
kerusuhan tersebut dengan menyuplai senjata api kepada kelompok tertentu. "Kelompok tertentu itu mendapat suplai
dari luar negeri terutama AS. Di
sejumlah basis kelompok tersebut dipasok senjata M-16, bahkan juga alat
komunikasi canggih" ujarnya.
Kejadian-kejadian
tersebut, dan juga lainnya, merupakan bukti nyata bahwa negara teroris AS tidak
pernah dan tidak akan pernah membawa secuil kemaslahatanpun bagi umat Islam,
apa lagi memberikan batuan. Yang bisa
diperbuat AS tak lain hanyalah bencana, dan kehinaan bagi umat Islam.
Sesungguhnya
Allah SWT telah menurunkan Risalah Islam secara sempurna, untuk mengatur
kehidupan manusia dan memecahkan segala problem yang dihadapinya.
Berbagai
krisis yang melanda umat umat Islam
saat ini, tak lain disebabkan karena mereka kini tidak hidup secara Islamiy,
dengan menjadikan risalah Islam sebagai solusi dari semua masalah yang
membelitnya.
Salah
satu masalah penting umat saat ini adalah bahwa mereka tidak lagi memiliki
Khilafah (sistem pemerintahan Islam), yang dipimpin oleh Khalifah/Imam. Institusi inilah sesungguhnya satu-satunya
yang bisa berperan mempersatukan kekuatan Islam dan melindungi umat, sera
memecahkan segala problematika yang dihadapinya, dengan pedoman syariat
Islam.
Tugas
dan fungsi khalifah/imam adalah sebagai pengatur/pemelihara urusan umat dan
sebagai penjaga dan pelindung umat.
Rasulullah SAW bersabda :
"Seorang Imam
adalah penggembala, dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya
(rakyatnya)"
"Sesungguhnya
imam itu adalah laksana perisai, di mana orang-orang akan berperang di
belakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung"
Oleh
karena itu wajarlah, disaat umat tak lagi memiliki pemimpin, maka seluruh
urusan/kepentingan mereka menjadi terbengkalai. Keamanan dan keselamatan harta serta jiwa merekapun tidak
terjamin, sebab tidak ada yang menjadi pelindung.
Kalaulah
umat ini memiliki Khilafah dan Khalifah yang memimpin mereka, maka pasti semua
urusan umat akan segera terselesaikan.
Jeritan dan teriakan (permintaan tolong) dari umat Islam yang teraniaya,
akan segera dipenuhi oleh Khlaifah. Dan
tentu bantuan itu segera akan dikerahkan dan tidak ditunda-tunda lagi.
Tengoklah
apa yang pernah dilakukan Khalifah Mu’tashim,
tatkala seorang wanita di kota Ammuriah (terletak antara Iraq Utara dan wilayah
Syam) berteriak dan minta pertolongan karena kehormatannya dinodai oleh seorang
pembesar Romawi, kemudian ia berteriak : ”Dimana
engkau wahai Mu’tashim ?”. Maka
tak lama setelah berita teriakan wanita itu sampai ke telinga Mu’tashim, beliau
segera mengerahkan bantuan dan memenuhi panggilan itu, dengan mengerahkan
pasukan kaum muslimin yang ujung barisannya berada di kota Ammuriah, sedangkan
ekornya berada di kota Baghdad. Dengan
pasukan ini bangsa Romawi diperangi dan dengan mudah dikalahkan. Kekuatan mereka dapat dipatahkan dan kota
Ammuriah ditakhlukkan. Jumlah korban
dari pihak musuh mencapai 30.000 orang dan jumlah orang yang ditawan juga
30.000 orang.
Demikianlah,
hanya untuk membela dan melindungi seorang wanita saja, Khalifah Mu’tasim telah mengerahkan demikian
banyak pasukan, dan bahkan menakhlukkan bangsa Romawi yang telah melanggar
kehormatan umat Islam. Lalu pasukan yang manakah yang telah dikerahkan oleh
pemimpim-pemimpin sekarang, untuk membela dan melindungi umat Islam yang
tertindas dan tergilas oleh kekejaman orang-orang kafir, yang telah menelan
jutaan korban.
Untuk
menyelesaikan berbagai problem, baik di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun
keamanan, sebagaimana kasus Ambon; umat Islam sama sekali tidak membutuhkan
bantuan fihak manapun. Persoalannya
tentu kembali kepada umat Islam sendiri, akankah ia mau berbuat untuk
memecahkan masalahnya sendiri, sesuai dengan tuntunan syariat Allah, ataukah
tidak.
Dalam
kaitan ini ada dua agenda penting yang harus dilakukan oleh umat Islam :
Pertama, memberikan bantuan cepat untuk memberikan pertolongan
pertama kepada saudara-saudaranya yang telah tertimpa musibah, seperti kasus
Ambon. Yaitu dengan mengirimkan
sukarelawan jihad, bantuan dana, dan logistik.
Kedua, umat Islam harus begegas menempuh langkah-langkah
sistematis untuk menggalang persatuan umat dengan menegakkan kembali Khilafah Islamiyah 'ala Minhajin Nubuwah.
Hanya institusi inilah yang akan mengembalikan kewibawaan, harkat dan martabat
umat Islam, sehingga tak selangkahpun
orang-orang kafir berani mengganggu umat Islam.
Meminta
bantuan kepada negara kafir imperialis AS dan yang lainnya, tak akan pernah
memecahkan masalah umat saat ini.
Permintaan bantuan tersebut disamping secara hukum adalah haram, juga justru akan menjerumuskan
umat ini kedalam permasalahan yang lebih berat, dan kekacauan yang lebih luas,
sebagaimana firman Allah SWT :
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi
pelindung bagi sebagian yang lain. Jika
kamu (kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu
(yaitu jangan menjadikan orang/negara kafir menjadi wali/penolong/pelindung)
niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS.
Al Anfaal : 73)
Wahai kaum muslimin !
Sesungguhnya
dunia tidak akan pernah mengakui eksistensi kalian, selama kalian tidak menjadi
satu kekuatan riil yang disegani lawan.
Kalian tidak akan menjadi kekuatan seperti ini, selama kalian tidak
bersatu. Dan kalian tidak akan bersatu,
selama kalian tidak berpegang teguh kepada tali agama Allah (Islam) dan tidak
mendirikan Khilafah yang akan menerapkan Islam secara total.
"Dan berpegang teguhlah
kalian pada tali agama Allah (Islam) dan janganlah berpecah-belah" (QS. Ali Imran 103)
International Islamic and Development Studies