SAMBUTAN MAULIDUR RASUL


 

Menjelang sambutan maulid sehinggalah ke hari ini dapat dilihat umat Islam semakin rancak membicarakan tentang kepimpinan Rasulullah. Malah ada yang mengatakan Rasul sebagai idola ikutan umat. Keghairahan ini ditambah lagi apabila, seorang pemimpin Malaysia memberikan komentar yang kelihatannya boleh membuka minda umat Islam bahawa Islam adalah penyelesaian kepada pemasalahan umat yang berlaku akhir-akhir ini. Antara pernyataan yang dipaparkan di dada-dada akhbar selepas sambutan maulidul rasul:

"Pada hari ini kita umat Islam tidak lagi berjaya, sebabnya ialah kita tidak menjadikan Islam sebagai Ad deen, sebagai cara hidup".

"Oleh kerana cara hidup yang kita amalkan tidak Islam secara menyeluruh, sebaliknya terhad kepada perkara-perkara tertentu, maka kita tidak mencapai kebahagian seperti yang sepatutnya sebagaimana umat yang menganggap Islam sebagai ad deen, cara hidup".

 

Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan kegelisahan umat terhadap keadaan yang wujud pada hari ini kerana Islam tidak diterapkan dalam kehidupan. Mereka tidak sabar untuk melihat Islam diterapkan secara total dan tanpa bertangguh-tangguh lagi untuk menyelesaikan segala permasalahan mereka yang semakin hari semakin meruncing khususnya daripada sudut kehidupan bermasyarakat, dimana perlakuan seks bebas sebagaimana yang berlaku di Kedah, sehinggalah kepada masalah kegawatan ekonomi sekarang ini.

 

Hukum Islam lengkap (berkaitan dengan perbuatan dan benda-benda)

Islam adalah Deen yang lengkap. Islam meliputi aqidah(kepercayaan), ibadat, pemakanan, pemakaian, akhlak, muamalat dan uqubat (penghukuman). Kesemua perbuatan di atas adalah terikat kepada hukum syara' yang bersumber kepada Al-Quran, Sunnah, Ijmak sahabat dan Qiyas.

Setiap muslim diperintahkan untuk melakukan amal perbuatannya selaras dengan hukum-hakam Islam kerana wajib atas mereka untuk menyesuaikan amal perbuatannya dengan segala perintah dan larangan Allah. Allah SWT berfirman:

"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya".(QS. Al-Hasyr:7)

Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, iaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi."(QS. Al-A'raf:158)

Oleh kerana itu telah menjadi suatu yang pasti bahawa apapun yang dibawa oleh Rasul tentang sesuatu hukum akan menliputi setiap perbuatan dan apa-apa yang dilarang olehnya juga meliputi semua perbuatan. Dengan demikian setiap muslim yang hendak melakukan sesuatu perbuatan untuk memenuhi keperluan dan mencari sesuatu kemaslahatan (kepentingan), maka wajib baginya secara syari' mengetahui hukum Allah tentang perbuatan tersebut sebelum ia melakukannya, sehingga ia dapat berbuat sesuai dengan hukum syara'.

Selain itu, bila ada perbuatan/hal baru yang belum diketahui nash syara' terhadapnya, maka manusia tetap tidak berhak menghukumi berdasarkan kemahuannya. Jika ada anggapan bahawa terdapat perbuatan/hal yang tidak memiliki nash hukum: anggapan tersebut sama ertinya dengan menganggap bahawa syari'at Islam mempunyai kekurangan dan tidak sesuai kecuali untuk masa dan keadaan tertentu sahaja. Tentu saja hal ini bertentangan dengan syari'at itu sendiri serta kenyataan yang sesuai dengannya.

 

Hukum Bagi Masalah Baru

Islam datang sebagai cara hidup untuk menyelesaikan semua permasalah manusia, Islam datang dengan makna-makna umum (garis global) yang berkaitan dengan kehidupan manusia; iaitu dengan melihat manusia sebagai manusia, sehingga tidak terikat dengan waktu dan suasana atau tempat . Kemudian mengalirlah di bawah makna-makna umum tersebut berbagai makna cabang yang lain yang hanya dapat diterangkan oleh seorang mujtahid.

Jika muncul suatu permasalahan atau kejadian baru, maka ia harus dikaji dan difahami. Kemudiannya dilakukan "istinbath" hukum (penggalian status hukum) dari dalil-dalil yang bersifat umum yang terkandung dalam syari'at, maka jadilah hasil istinbath dari suatu pendapat, sebagai satu hukum Allah dalam masalah tersebut.

Kaum muslimin melakukan istinbath sejak wafatnya Rasulullah SAW hingga lenyapnya kekhilafahan Islam di muka bumi ini. Kaum muslimin tidak pernah berhenti mengikatkan diri mereka kepada syari'at Islam dalam kehidupan mereka. Di masa Abu Bakar ra muncul permasalahan-permasalahan baru yang tidak dijumpai di zaman Rasulullah SAW; begitu pula telah muncul persoalan-persoalan baru di masa Khalifah Harun Al-Rasyid yang tidak ditemui di masa Abu Bakar ra. Di sini para mujtahidin berusaha menggali status hukum terhadap ratusan bahkan ribuan masalah yang sebelumnya tidak pernah ditemukan.

Syari'at Islam meliputi seluruh perbuatan manusia; tidak ada satu pun masalah yang terjadi kecuali ada penyelesaian hukumnya menurut Islam. Oleh kerana itu wajib bagi setiap muslimin untuk sentiasa mengaitkan seluruh perbuatannya dengan hukum syari'at Islam, serta tidak melakukan suatu perbuatan kecuali jika sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT.

 

Hukum Peringatan Maulidur Rasul

 

Merayakan peringatan maulid tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, begitu pula para sahabat yang mulia, tabi'in dan tabi'it tabi'in. Tapi kegiatan yang berbentuk perayaan ini muncul di masa berikutnya(masa Fathimiyyin, di Mesir) yang sangat jauh dari masa Rasul. Dari sini muncul keraguan, apakah perbuatan ini termasuk bid'ah atau tasyabbuh (meniru orang-orang kafir). Sabda Rasulullah SAW:

"Barang siapa yang membuat sesuatu tanpa didasari perintah dari kami, maka perbuatan tersebut tertolak".(HR. Bukhari-Muslim)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafaz:

"Barangsiapa yang membuat sesuatu(perbuatan baru) tanpa didasari perintah dari kami, maka perbuatan itu tertolak".

 

Makna bid'ah adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan niat beribadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT tapi tanpa didasari oleh dalil syara'. Agar ibadah dikatakan benar, maka wajib bersandar kepada sesuatu yang diperintahkan Allah, juga sesuatu yang dilakukan oleh seorang hamba(muslim) harus sesuai dengan perintah Allah, berniat hanya ta'at dan taqarrub kepada Allah tapi dengan cara yang tidak pernah disyari'atkan oleh Allah maka hal ini disebut bid'ah. Perbuatan tersebut tidak mendekatkan seseorang kepada Allah, namun mendekatkannya kepada neraka. Imam Asy -Syaukani dalam kitab Nailul Authar,Jilid II hal 89 berkata: "Apabila anda mendengar seseorang berkata, "Ini adalah perbuatan bid'ah hasanah', maka Anda harus mendudukkan perbuatan tersebut dalam larangan hadits di atas yang bersifat komprehensif atau hadits-hadits yang serupa, seperti:

"Setiap (perbuatan) bid'ah itu sesat"(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahamd, dll)

Dalam hal ini, kita kembalikan pertanyaan tersebut kepada orang-orang yang merayakan Maulid Nabi Besar Saw atau yang membaca kitab-kitab maulid: apakah mereka melakukannya dengan niat beribadah dan bertaqarrub kepada Allah atau bukan?

Sebagaimana kita ketahui bahawa seluruh aktiviti ibadah bersifat tauqifiyyah(telah ditentukan caranya oleh Allah SWT), dengan kata lain tidak boleh menambah dan mengurangi sesuatu, malah wajib mengikuti dalil syara'. Melampaui batas-batas tersebut termasuk kategori bid'ah.

Adapun tasyabbuh bil kuffar (meniru perbuatan orang kafir), pernah diperbolehkan pada masa awal Islam, kemudian Allah melarang Rasul melakukannya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abi Ma'mar, ia berkata:

"Sesaat kami bersama-sama Ali ra, kemudian lalu (iring-iringan) jenazah (seorangYahudi). Lalu beberapa orang berdiri memberi hormat, berkata Ali, 'Siapa yang membei fatwa kepada kalian untuk melakukan hal itu?' mereka menjawab, "Abu Musa". Berkata Ali, sesungguhnya Rasul melakukannya hanya sekali. Beliau dulu pernah meniru Ahli Kitab, kemudian setelah dicegah beliau menghentikannya."

Secara umun, menurut pengamatan kami peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dilakukan sebagai sikap taqlid dan menyerupai orang-orang Nasrani serta meniru mereka. Sebab orang-orang Nasrani merayakan hari Natal bagi Isa as. Kebiasaan ini membangkitkan ghairah/semangat kaum muslimin di masa kemundurannya, sehingga mereka berkata, "Nabi Muhammad SAW lebih utama dari Isa as mengapa mereka boleh memuliakan Isa dan kita tidak boleh memuliakan Nabi Muhammad Saw?". Dengan analogi yang salah ini dan tidak bersandar kepada syara', mereka membolehkan dan menganggapnya baik untuk diadakan. Bagi orang yang melakukan hal ini berdasarkan analogi tadi maka sesungguhnya mereka telah terjerumus ke dalam perbuatan yang haram, kerana mereka melakukan perbuatan yang menyerupai dan meniru orang-orang kafir.

Banyak nas hadits shahih yang melarang meniru orang-orang kafir, antara lain:

"Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak menwarnakan rambutnya, maka lakukalah hal yang berbeda." (HR. Bukhari dan Muslim).

"Potong/tipiskanlah misai dan panjangkanlah janggut serta lakukan hal-hal yang berbeda dengan orang Majusi." Dalam riwayat lain disebutkan "bedakanlah diri kalian dari orang-orang musyrik"( HR. Ahmad dan Muslim).

"Tidak termasuk golongan kita orang yang menyerupai bangsa lain".

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk salah seorang dari mereka."(HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Sehingga orang-orang Yahudi berkata, "Muhammad ini tidak meninggalkan sesuatu urusan kita melainkan melakukan hal-hal yang sebaliknya".

Abu Dawud telah meriwayatkan dari Ummu Salamah bahawa Rasulullah SAW selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad seraya berkata: "Sesungguhnya hari-hari tersebut adalah adalah hari besar bagi orang-orang kafir dan aku lebih suka berbeza dari mereka." (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Nasai dan Ahmad)

Imam Ibnu Hajar Atsqalani dalam kitabnya Fathul Barri, Jilid 10 hal. 298 berkata: ? Aku telah mengumpul masalah-masalah yang terdapat dalam hadits yang memerintahkan hal-hal yang bertentangan dengan ahli kitab, aku menghitung jumlahnya lebih dari 30 hukum dan aku cantumkan dalam kitab yang ku karang dengan judul "Al_Qaulu Ats-tsabit fish-Shaumi Yaunis Sabit"-(perkataan yang tepat tentang shaum di hari Sabtu).

Di antara kebiasaan kaum muslimin yang dilakukan pada perayaan maulid antara lain keluar secara berombongan (arak-arakan/karnival) atau menghias jalan, rumah dan pejabat dengan lampu hiasan dan berbagai kertas hiasan. Apa yang dilakukan oleh orang Nasrani di hari Natal, kaum muslimin pun mengikutinya. Maka orang-orang yang melakukan kegiatan ini berdasarkan larangan menyerupai orang Nasrani adalah haram dan berdosa, walaupun ia beranggapan akan mendapatkan pahala.

Bila kita ingin memuliakan nabi, kita mesti mengikut jalan yang telah ditentukan oleh nabi Nuhammad SAW, dengan tidak melakukan perbuatan bid'ah dan tidak menyerupai orang-orang kafir. Tetapi bagaimana syar'iat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dalam memuliakan nabi Muhammad SAW.

1. Memuliakan Nabi Muhammad SAW adalah dengan mengikuti sunnahnya: "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu..." (QS. Ali 'Imran: 31)

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..." (QS. Al-Ahzab :21)

 

2. Memuliakan Rasul dengan cara berpegang teguh dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi SAW:

"Telah kutinggalkan kepada kalian dua pusaka yang bila kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan tersesat sesudahku selamanya iaitu kitabullah dan Sunnahku."(HR. Malik dan Al-Hakim)

 

3. Memuliakan Rasul dengan cara membaca shalawat di setiap waktu, bukan hanya di hari Maulid(12 Rabiulawal) sahaja, sebab firman Allah SWT:

"Sesungguhnya Allah memberi rahmat dan Malaikat-malaikatnya memohonkan ampunan untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam Penghormatan kepadanya"

 

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim daripada Abu Humaid As-Saidi r.a katanya: "Para Sahabat berkata: Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya untuk kami ucapkan selawat untukmu?" Baginda bersabda: Bacalah:

 

 

 

Perhatikanlah tindakan sahabat-sahabat yang mulia ini, mereka tidak menentukan sendiri cara untuk melakkuan shalawat terhadap nabi SAW melainkan mereka menanyakan pada beliau terlebih dahulu kerana ada rasa kekhuatiran terjerumus dalam perbuatan bid'ah.

 Nash-nash syara' menjelaskan pada kita bahawa melakukan shalawat pada nabi dilakukan setiap kali mendengar nama Nabi SAW, sabdanya:

"Orang yang kikir adalah orang yang ketika disebut namaku disisinya lalu tidak membaca shalawat atas diriku." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasai dll)

"Bacalah shalawat atas diriku dimana saja kalian berada, sebab bacaan shalawat ini akan sampai padaku." (HR. Thabrani, Abu Ya'la dan Ibnu Abi Ashim)

"Perbanyaklah bacaan shalawat atasku pada malam dan hari Jumaat" (HR. Al-Bahaiqi)

 

Banyak nas-nas yang telah menjelaskan bentuk melakukan bacaan shalawat antara lain:

"Apabila kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka katakanlah sebagaimana yang dikatakannya, kemudian bacalah shalawat. Barangsiapa yang melakukannya akan dihitung 10 kali, lalu mintalah kepada Allah darjat dan wasilah, sebab wasilah itu adalah suatu tempat di jannah yang tidak dianugerahkan untuk hamba-hamba yang lain kecuali seorang hamba diantara hamba-hamba Allah dan aku berharap akulah orang itu. Barangsiapa yang meminta wasilah kepadaku, maka berhak atasnya mendapatkan syafa'at (dari Rasul)."

Dalam suatu atsar yang shahih dari Ibnu Abbas, Beliau berkata:

"Ya Allah kabulkanlah syafa'at yang besar dari nabi, tinggikanlah darjatnya setinggi-tingginya dan berikanlah apa yang dikehendakinya baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana yang Engkau berikan kepada Ibrahim dan Musa as."

Setiap bentuk kalimat yang di dalamnya terdapat pujian atas diri Rasul sesuai dengan lafaz sebagaimana yang terdapat pada hadis/atsar yang shahih, maka pujian itu dibolehkan dengan syarat sesuai dengan bentuk yang terdapat dalam nas/teks.

Maka berbalik kita kepada perayaan maulid ini, apakah perbuatan ini mempunyai dalil syara' atau tidak? Dengan kata lain orang-orang yang merayakan maulid atau memberi fatwa membolehkannya, apakah mereka bersandar kepada dalil syara' atau tidak?

1. Bila mereka bersandar kepada dalil, maka tidak ada yang perlu dipermaasalahkan lagi. Tapi bila mereka melakukannya atau menfatwakan kebolehannya kerana terpengaruh dengan kebiasaan orang-orang kafir maka mereka telah melakukan suatu dosa.

 

2. Jika mereka melakukan atau mefatwakan boleh dengan alasan hal itu dianggap suatu perbuatan baik, maka tindakan mereka itu termasuk bid'ah dan telah melakukan dosa.

 

3. Sedangkan bila mereka melakukannya bersandar kepada nas syara' dan berdasarkan ijtihad yang benar, maka perbuatannya termasuk umumnya ayat:

"Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkalah salam penghormatan kepadanaya"(QS. Al-Ahzab : 56)

dan ayat:

"Dan kami tinggikan bagimu(Muhammad) sebutan (nama)mu"(QS. Al-Anbiya':107)

serta hadits: "Bacalah shalawat atas diriku dimana saja kalian berada."

 

 Khatimah (Penutup)

 Maka jelas kepada kita bahawa Islam adalah Deen yang meliputi bidang kehidupan, di mana segala perbuatan mestilah didasari kepada dalil yang datang daripada Al-Quran, Sunnah, Ijma' Sahabat dan Qiyas. Tetapi sedarlah saudara-saudaraku sekalian bahawa tariqah(kaedah) pelaksanaan hukum Islam adalah Daulah Islam. Sekiranyan Daulah Islam tidak terwujud Fikrah Islam itu hanya tinggal di dalam kitab-kitab dan fikiran umat Islam yang tidak dapat memberi penyelesaian kepada persoalan umat yang sedang dihadapi pada hari ini. Jika kewajipan hanya boleh terlaksana dengan kewujudan Khilafah maka wajib setiap muslim merealisasikannya berdasarkan kepada kaedah syara':

 "Sesuatu yang menyempurnakan yang wajib adalah wajib".

 Adalah satu yang mustahil untuk melaksanakannya tanpa sebuah negara, kerana yang mengetuai negara tersebut adalah khalifah yang akan menerapkan dan melaksanakan Dustur Islami (perlembagaan Islam), bukannya perlembagaan yang diambil dari Belanda atau Perancis maupun dari Inggeris. Menghapuskan sistem pemerintahan yang tidak Islam, menukarkan sistem ekonomi kapitalisma dengan sistem ekonomi Islam, menjadikan aturan pergaulan masyarakat dengan cara Islam bukanya dengan percampuran bebas tanpa halauan seperti binatang, mengadakan polisi luar negeri yang berasaskan hukum-hakam Islam bukannya berasaskan manfaat. Kalau Islam telah mendefinisikan bahawa sesuatu negara itu negara harbi maka daulah khilafah akan mengannggapnya sebagai musuh, bukannya sebagai rakan dagang ataupun rakan sepermainan. Daulah sebeginilah yang selayaknya untuk orang-orang mukmin.

  Wallahu 'alam

 


International Islamic And Development Studies